MEMBANGUN BUDAYA LITERASI DI SATUAN PENDIDIKAN DI ERA DIGITAL

“Orang Tua, Siswa, Guru dan Pemerintah harus bekerja sama dalam meningkatkan perkembangan budaya literasi agar anak kita, siswa-siswa kita tubuh menjadi generasi muda harapan bangsa yang bertaqwa, cerdas, kreatif, inovatif dan berbakti kepada nusa, bangsa serta agamanya, kelak untuk menggantikan kita yang sudah tua, Amin Yrb. Program Literasi saat ini tengah digalakkan oleh Pemerintah(GLS ). Tujuannya untuk meningkatkan minat membaca, menulis dan berkarya baik di rumah, sekolah dan masyarakat. Minat membaca di Indonesia bisa dikatakan menghkawatirkan 

Hasil Riset UNESCO tahun 2012 menyatakan bahwa minat baca bangsa Indonesia hanya 0,001. Artinya hanya 1 orang dari 1000 orang yang minat baca. Padahal membaca merupakan pintu gerbang menuju jendela dunia, untuk mendapatkan ilmu pengetahuan harus mau membaca. Walaupun buku adalah gudangnya ilmu tetapi tidak suka membaca atau sama sekali tidak pernah membaca buku. Bagaimana kita bisa menuju jendela dunia yang serba modern dan serba digital. Rendahnya minat membaca tersebut di kalangan siswa, orang tua, guru maupun di masyarakat karena masih senang budaya secara lisan. 

Orang bisa kuat mengobrol ( ngerumpi ) berjam-jam, tetapi untuk membaca buku baru beberapa menit langsung menguap , matanya mulai mengantuk dan langsung tertidur,membaca wa, telegram dan facebook kuat berjam-jam karena sangat asyik bisa berkomunikasi dengan teman-teaman di online.Kita selaku pendidik ( guru ) harus mampu menumbuhkan rasa keingina tahuan dengan membaca buku kepada siswa agar suka membaca, menulis dan berkarya. Hal termudah membangun literasi adalah membaca buku,menulis dan berkarya. 

Namun membiasakan anak-anak atau siswa-siswi membaca sulit. Selain dibutuhkan motivasi dan figur keteladanan dari orang tua, guru dan orang terdekatnya, juga perlu kerjasama dari semua pihak untuk memperbanyak buku-buku yang bermutu dan layak dibaca, menarik, disesuaikan dengan tahapan perkembangan anak-anak atau siswa-siswi dr tingkat TK,SD,SMP,SMA,SMK, tidak membosankan, bahasanya sederhana,menanamkan akhalaq, keagamaan, menumbuhkan generasi yang berbudaya asli Indonesia tidak ke barat-baratan. Ada beberapa cara agar literasi bisa terwujud seperti :
1.Di rumah Mewujudkan gerakan literasi di rumah bukan hal yang mudah tetapi sulit karena harus dibangun adanya kesadaran dan tumbuh rasa butuh terhadap pentingnya dalam membaca. Dengan adanya gerakan literasi di rumah diharapkan dapat mengubah suasana rumah yang tadinya saling bertengkar, bermusuhan antar anggota keluarga bisa menjadi lebih harmonis keluarga tersebut. Di dalam keluarga biasakan membaca buku dalam 1 hari 1 buku, para penghuni berkumpul dalam satu ruangan siapkan ruangan tersebut dengan berbagai buku, majalah, koran, buku gital dalam laptop atau gadget. Apalagi anak-anak kita lebih senang dengan membaca dengan media elektronik, tidak jadi masalah yang penting mereka senang dan setiap hari bisa menambah ilmu pengetahuan tanpa harus dipaksa yang penting mereka merasa senang.

Harus kita akui bahwa budaya literasi masih asing di tengah-tengah keluarga dan masyarakat. Rumah dan masyarakat kita masih terbiasa dengan budaya verbal (ngobrol/ngerumpi ) daripada budaya membaca. Harus kita akui bahwa membaca belum menjadi kebiasaan, kebutuhan, apalagi gaya hidup di desa ataupun di kota. Hanya keluarga yang berasal dari kalangan terdidik yang suka membaca, sementara keluarga yang latar belakang bukan terdidik belum memiliki kesadaran untuk membaca.Sebagai bentuk penguatan keluarga dalam gerakan literasi antara lain : 

1)Membaca buku sebelum tidur atau mengaji setelah selesai mengerjakan sholat wajib atau sholat sunnah huruf arab/artinya agar lebih hapal dengan Al Quran dan buku-buku tersebut. Banyak sekali kemungkinan atas kesadaran dari orang tua untuk membaca buku. Salah satunya dalam kegiatan membaca adalah jka seorang anak tidak gemar membaca, jangan langsung dikatakan malas membaca. Tetapi bisa saja karena memang tidak ada bahan bacaan yang harus dibaca oleh mereka.

2)Orang tua disamping memberikan contoh teladan, diupayakan menyediakan Al-Quran dan buku-buku bacaan, yang disesuaikan kebutuhan dari tingkat berpikir anak-anaknya. 

3)Menumbuhkan rasa cinta terhadap Al-Quran dan buku kepada anak-anak kita. Dengan adanya rasa cinta maka akan brimbas terhadap gemar membaca. Orang tua membawa anak-anaknya ke toko buku untuk membeli Al-Quran atau buku kesukaannya atau berkunjung keperpustakaan untuk membacanya. 

Dengan demikian maka gerakan literasi mulai dari rumah akan terwujud, Amin Yrb. 2.Di Sekolah Guru memiliki peran penting dalam merangsang siswa untuk belajar, sehingga dalam melaksanakan pembelajaran, guru harus menggunakan pendekatan yang komprehensif dan progresif sehinggu bisa memotivasi siswa rasa ingin tahu dan memicu mereka untuk berpikir kritis. Hal ini akan berhasil salah satunya jika guru mampu mengembang pembelajaran yang tepat sehingga pembelajaran yang dilaksanakan dapat meningkatkan budaya literasi yang seutuhnya terhadap siswa. 

Dalam mengembangkan pembelajaran guru harus mampu memilih dan memanfaatkan bahan ajar yang ada sebaik mungkin, salah satunya yaitu buku, guru harus mendorong siswa untuk membaca buku-buku yang berkwalitas, karena membaca sejalan dengan proses berpikir kritis yang memungkinkan siswa untuk kreatif, inovatif dan bisa berkarya. Bahwa ada ruang yang hilang dalam proses pendidikan pembelajaran berbahasa mulai dari PAUD sampai SD. 

Cara-cara membelajarkan anak kita terhadap pelayanan pendidikan anak usia dini dari cara membaca, menulis, berhitung, kemudian masuk sekolah SD.Meskipun membaca, menulis dan berhitung sudah mulai dini.Namun kenyataannya membaca anak Indonesia tetap berada di rangking terbawah. Atas kondisi itulah dibutuhkan suatu terobosan seius dan strategi yang kreatif dalam memberikan pelayanan pendidikan literasi yang berkualitas. 

Gerakan literasi di sekolah bisa berhasil kalau guru-gurunya adalah guru yang profesional karena guru mempunyai tugas yang utama yaitu : 
1) Mendidik 
2) Mengajar 
3) Membimbing 
4) Mengarahkan 
5) Melatih 
6) Menilai 
7) Mengevaluasi 

 Dari peserta didik anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,pendidikan menengah. Seorang guru yang profesional tentunya harus selalu mengikuti perkembangan jaman, meng-updade informasi, ilmu pengetahaun dan teknologi terbaru supaya bisa menyampaikan materi yang aktual dan kontekstual kepada peserta didik. Jangan sampai ilmu yang disampaikan out of date, usang tidak sesuai dengan perkembangan jaman dan tidak sesuai dengan kebutuhan peserta didik.Guru sebagai salah satu sumber belajar jangan sampai gaptek alias gagap teknologi, terdahului oleh peserta didik dalam mengetahui sebuah informasi atau ilmu pengetahuan, apabila peserta didik saat ini banyak yang kritis dengan pengusaan IT yang relatif sudah tinggi.

 Hampir semua peserta didik telah akrab dengan internet yang bisa diakses dari smart phone, tab dan laptop. Dalam menumbuhkan budaya literasi, guru seharusnya mampu menjadi contoh dan pelopor gerakan sadar literasi, memiliki minat yang tinggi terhadap membaca, menulis dan berkarya( inovatif ). Tentunya harus memiliki karya tulis sebagai buah karya hasil buah pikirnya ( inovatif ). Hal tersebut sebagai sebuah kebanggaan, juga bisa menjadi inspirasi dan memotivasi bagi reka-rekannya. 

Dengan kata lain bahwa membaca, menulis dan berkarya/inovatif adalah modal utama sekaligus kompetensi seorang guru.Sebagai pendidik harus mau menyempatkan waktu, mau mengeluarkan biaya dan tenaga untuk menumbuhkan budaya literasi membaca, menulis dan berkarya, khususnya terhadap dirinya sendiri, karena aktivitas membaca membutuhkan bahan bacaan. 

Walaupun bahan bacaan bisa dibaca di perpustakaan atau internet, tetapi guru pun di dorong untuk membeli buku referensi terbaru atau berlangganan agar dapat meng-update pengetahuan terbaru /paling mutahir.Supaya saya bisa meningkatkan kompetensi selalu mengikuti kegiatan di luar sekolah setiap hari Sabtu/ Minggu, Apabila materinya cocok dengan peningkatan kompetensiku dalam bidang pendidikan contohnya mengikuti: 
a)Seminar 
b)Diklat 
c)Workshop 
d)Diklat Online 

3.Pemerintah Indonesia sebagian masyarakat memiliki keragaman berbahasa yang terbesar ke 2 di dunia setelah Papua New Gunea. Literasi terbentuk sungguh unik. Nenek moyang bangsa Indonesia merupakan penutur yang handal di dunia. Budaya bertutur merupakan cara berkomunikasi kelisanan yang turun-temurun dari nenek moyang kita. Melalui bahasa ibu ( mother launguage ) dan terjadi di wilayah Indonesia dalam membangun aktivitas kehidupan sehari-hari. Melalui hantaran bahasa ibu 
( mother launguage ) dengan cara mendongeng, membacakan buku cerita, bernyanyi dan sebagainya. Sementara proses pembelajaran di PAUD dan SD merengut begitu saja budaya bertutur dalam mengalirkan pesan budaya terkait persepsi, memori, histori yang dimiliki anak. 

Dengan kurikulum 2013 anak diberikan kegiatan membaca, menulis, berhitung, mengerjakan lembar kerja dan tugas. Dalam hal kwalitas sumber daya Indonesia sedang mengejar ketinggalannya dari Negara-negara. Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah kemampuan membaca masih terendah, fasiltas tidak merata, kondisi geografis daerah terpencil, perbatasan akses yang rendah, tingginya tingkat keragaman latar belakang sosial dan budaya masyarakat yang tersebar di wilayah yang sangat luas menjadi tantangan kurikulum, bahan ajar, metode pengajaran anak di sekolah, keluarga dan masyarakatnya. Saat ini metode dan pengajaran literasi Indonesia masih berfokus kepada pemberantasan buta huruf dan pembacaan literasi yang tidak lagi relevan dengan kebutuhan dunia global yang bergerak secara tepat, apalagi di jaman era digital. 

Sesungguhnya permasalahan umum dalam dunia literasi di Indonesia rendahnya ikatan emosional terhadap sumber informasi yaitu buku bacaan salah satunya dan kegiatan pemanfaatan dalam kegiatan membaca. Sumber informasi sangat rendah dikarenakan gairah membaca sebagian akar masih kuatnya tradisi lisan dalam kehidupan sosial dan pola berpikir masyarakat di Indonesia. Tehnologi yang menawarkan kemudahan untuk mendapatkan informasi telah menjadi jalan pintas di saat membaca teks cetak ( print ). 

Membaca bermakna belum menjadi budaya yang tertanam kuat. Akibatnya, menggunaan tehnologi sering mengalami “ gagap membaca media informasi” yang ditandai dengan kurangnya sikap kritis dalam memilih dan mengevaluasi informasi. Transisi dari tradisi lisan ke budaya literasi saat ini ditantang oleh gempuran tehnologi dalam bentuk popularitas media dan alat komunikasi ( badget ) yang menyajikan teks dengan cara pembacaan yang unik berbeda sehingga membutuhkan pendekatan yang utuh dalam menguatkan literasi dasar di SD. 

Dari yang saya paparkan diatas kesimpulannya adalah Gerakan literasi disamping bertujuan membangun dan meningkatkan minat membaca, menulis dan berkarya, juga meningkatkan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi yang harus diserap oleh siswa dan siswi kita baik di sekolah PAUD, SD,SMP, SMA dan SMK. Literasi juga mampu mencegah kepikunan karena dengan membaca, menulis dan berkarya, pikiran kita terolah terus, badan jadi sehat dan menjauhkan dari pola hidup yang bersifat hura-hura. Orang Tua, Siswa, 

Guru dan Pemerintah harus bekerja sama dalam meningkatkan perkembangan budaya literasi agar anak kita, siswa-siswa kita tubuh menjadi generasi muda harapan bangsa yang bertaqwa, cerdas, kreatif, inovatif dan berbakti kepada nusa, bangsa serta agamanya, kelak untuk menggantikan kita yang sudah tua. Semoga Allah Subhanawataala selalu melindungi dan memperlancarkan segala kegiatan kita yang positif dan berhasil, Amin Yrb 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harapan Untuk Indonesia

Ucapan HUT Guru yang ke 76 sangat terharu

CIPTAKAN PELUANG MELALUI LITERASI DIGITAL